Nahdlatul Ulama, Sabda Perbuahan - Pada pukul 03.00, bertepatan dengan tanggal 25
Juli 1947 masehi atau 7 Ramadhan 1366 hijriya, hadratus syaikh KH M Hasyim
Asy’ari dipanggil Sang Maha Kuasa. Inna lillahi wa inna ilahi raji’un.
Sabda Perubahan |
Bulan Ramadhan bukan semata sebagai rahmat dan
terbukanya pintu ampunan. Bulan suci ini juga menjadi saksi sejarah tentang
duka mendalam keluarga besar Pesantren Tebuireng, warga NU, serta bangsa
Indonesia secara umum.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa Rais Akbar NU
Hadratus Syaikh KH M Hasyim Asy’ari yang kemudian disebut Mbah Hasyim wafat
pada hari ketujuh di bulan Ramadhan. Tepatnya tahun 1366 H. Ya, tidak terasa 72
tahun sudah peristiwa kewafatan sang kiai yang demikian dihormati ini.
Baca juga: Bung Karno Bukan Proklamator Paksaan
Berbeda dengan meninggalnya sang cucu, yakni KH
Abdurrahman Wahid yang demikian meriah diperingati, suasana Ramadhan membuat
haul Mbah Hasyim serasa sepi tanpa acara yang spesial. Hal ini mungkin juga
buah dari pandangan beliau yang menolak hari wafatnya diperingati secara khusus
agar tidak ada kultus individu.
Seperti diketahui, Mbah Hasyim terlahir pada
Selasa Kliwon 24 Dzul Qa’dah 1287 H yang juga bertepatan dengan 14 Februari
1871 M di Pesantren Gedang, Tambakrejo Jombang, Jawa Timur. Beliau merupakan
putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah.
Dari jalur ayah, nasabnya bersambung kepada Maulana Ishak hingga Imam Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir. Sedangkan dari jalur ibu, nasabnya bersambung kepada Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng) yang berputera Karebet atau Jaka Tingkir, raja Pajang pertama (1568) dengan gelar Sultan Pajang atau pangeran Adiwijaya.
Terima kasih atas kunjugan dan komentar pada kiriman ini. ConversionConversion EmoticonEmoticon Off Topic