Pramoedya Ananta Toer Akan Terbang Lebih Tinggi Lagi

Hikayat, Sabda Perubahan - Dulu, ketika naskah buku Pram dari dalam selesai dan siap naik cetak, Soesilo Toer bilang kepada sang anak yg ketika itu masih bekerja di Jakarta, sebelum “menyusul” Pramoedya Ananta Toer, dia ingin agar buku itu bisa terbit, tanpa menyebutkan buku-buku lain yang akan terbit atau cetak ulang. Maka ambisinya jelas satu: menandingi dan atau bahkan mengalahkan tetralogi Pulau Buru milik sang kakak. Kalau Ahmad Tohari mempunyai trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Pramoedya Ananta Toer punya tetralogi Pulau Buru, Soesilo Toer punya pentalogi Pram.
Foto: Akun Instagram Sabda Perubahan
Bagi Pramoedya Ananta Toer, sastra merupakan misi yang sangat multikompleks. Karena itu, menurut pendapat dia, menjadi pengarang adalah pilihan yang sangat tepat, walau mengerikan, nirlaba dan mengadang segala macam duku dan nestapa. Lebih-lebih berdiri di luar sistem kekuasaan" - Soesilo Toer.

Kalau ada perumpamaan yang sesuai, mungkin kita bisa mempersamakan Soesilo Toer, dan termasuk juga Pramoedya Ananta Toer, sebagai bola, yang makin keras dijatuhkan akan kian tinggi terbang. Kalau ada orde yang lebih kejam dari pada Orde Baru, mungkin Pramoedya Ananta Toer akan “terbang” lebih tinggi lagi.

Namun, ketika penerbit menemukan “sampah-sampah berserakan” yang lain, dengan ambisi menggebu penerbit “memborbardir” editor dengan sederet naskah, itu semata-mata adalah ambisi dari penerbit yang ingin mengangkat lebih tinggi nama Soesilo Toer, Soetarmin Peorwo S. Dono, Gunawan Budi Susanto, Hermawan Widodo, Evy Kristina, dan penulis-penulis lain pada masa datang.
Foto: Akun Instagram Sabda Perubahan
Bagi saya sastra adalah pelarian, hiburan, badutan, atau mata pencaharian. Namun bagi Pramoediya Ananta Toer, sastra adalah misi hidup. Ia adalah senjata dalam duel menuntut kebenaran, godam untuk mengais kemanusian dan modus operandi dalam mengorek celah kesempitan keadilan. Suatu pilihan dalam busur kehidupan duniawi yang sangat beraneka ragam dengan umur sangat terbatas" - Soesilo Toer.
Baca: KH. Agus Sunyoto Menulis Buku Atlas Wali Songo, Karena Ingin Meluruskan Kenyataan Sejarah

Penerbit ingin menunjukkan pada dunia bahwa Blora bukan hanya kota termiskin di Jawa Tengah, bukan hanya oblone sak ara-ara, dan kabupaten yang kata gubernur sekarang, Ganjar Pranowo, APBD-nya selama lima belas tahun belakangan selalu terlambat. Blora juga punya jati, minyak, sate, dan tokoh-tokoh seperti Tirto Adhie Soerjo, Samin Soerosentiko, Haryo Penangsang, Maridjan Kartosoewirjo, Mas Marco Kartodikromo dan tak ketinggalan pula Pramoedya Ananta Toer.

Selain itu juga, hal ini merupakan salah satu cara yang penerbit lakukan untuk mematahkan ramalan dari Andries Teeuw yang mengatakan bahwa penulis seperti Pramoedya Ananta Toer hanya lahir sekali dalam se abad. Karena penerbit percaya, peramal itu meramalkan sesuatu yang tidak bisa diramalkan. Namun yang lebih penting dan utama dari itu semua adalah mewujudkan ambisi Pataba: masyarakat Indonesia membangun adalah masyarakat Indonesia membaca menuju masyarakat Indonesia menulis.
Previous
Next Post »

Terima kasih atas kunjugan dan komentar pada kiriman ini. ConversionConversion EmoticonEmoticon Off Topic

Thanks for your comment